Chinese sort waste plastic bottles for recycling Hong Wu/Getty Images

Plastik Yang Lebih Baik untuk Lautan yang Lebih Sehat

LONDON – Plastik adalah salah satu bahan yang paling banyak dipakai saat ini. Dengan banyaknya kegunaan plastik, tidak heran sekitar 320 juta ton plastik digunakan di seluruh dunia tiap tahunnya. Akibatnya, hari raya selalu menghasilkan bergunung-gunung produk hasil olahan plastik dan kemasannya. Namun, plastik juga memberi dampak yang sangat serius dan mengancam lingkungan.

Jika tidak dibuang dengan benar, plastik dapat tergeletak atau terombang ambing selama berpuluh-puluh taun. Selain berbahaya pada kehidupan di daratan dan di lautan, plastik yang terombang-ambing di lautan dapat menyerap racun dan terpecah menjadi plastik mikro, yang dapat masuk ke rantai makanan.

Karena hal ini, berbagai pemerintah menetapkan pajak atas produk-produk berbahan plastik yang merusak lingkungan atau bahkan melarangnya. Banyak pemerintah juga mendorong pengelolaan sampah yang lebih baik, dan menggunakan, merancang ulang, dan mendaur ulang produk-produk plastik.

Kebijakan ini adalah kebijakan yang hati-hati. Namun, walaupun kebijakan pemajakan, pelarangan, dan pengelolaan sampah akan mengurangi masalah polusi plastik, hal-hal tersebut tidak akan bias mengatasinya. Dan, karena plastik terbuat dari produk sampingan penyulingan minyak bumi, pelarangan tidak akan berakibat banyak atau bahkan akan tidak berpengaruh sama sekali terhadap ekstraksi hidrokarbon. Apa yang akan diakibatkan dari pemajakan dan pelarangan plastic adalah hilangnya kesempatan orang-orang termiskin pada masyarakat kita untuk dapat menggunakan bahan yang bermanfaat dan murah ini.

Faktanya adalah, walaupun usaha paling keras dari para pengambil kebijakan dan lembaga swadaya masyarakat dengan niat paling baikpun, ribuat ton sampah plastik akan tetap membanjiri lingkungan, terutama lautan, setiap hari. Tentunya, hal ini membutuhkan pendekatan yang lebih baik.

Beberapa pemerintahan dan perusahaan telah berfikir bahwa “bio-plastik”—yang bahan pembuatnya mengandung biomassa seperti tepung jagung—adalah jalan keluarnya. Tapi argumen ini memiliki kelemahan: bio-plastik sangatlah mahal dan membutuhkan banyak energi untuk membuatnya, dan masih menggunakan banyak bahan dari minyak bumi.

Secure your copy of PS Quarterly: The Year Ahead 2025
PS_YA25-Onsite_1333x1000

Secure your copy of PS Quarterly: The Year Ahead 2025

Our annual flagship magazine, PS Quarterly: The Year Ahead 2025, is almost here. To gain digital access to all of the magazine’s content, and receive your print copy, subscribe to PS Premium now.

Subscribe Now

Terlebih lagi, mendaur ulang bio-plastik mengharuskannya dipisah dari plastik biasa. Memang bahan tersebut terbukti dapat terurai secara biologis, namun hanya pada kondisi tertentu saja dan dalam penguraian industrial. Dengan kata lain, walaupun teknologi ini terdengar menarik, teknologi ini tidak akan mampu mengatasi masalah sampah plastik yang membanjiri lingkungan.

Industri plastik telah lama menitik beratkan pengembangan mereka pada kegunaan produknya dalam masa pakainya. Pendekatan ini sudah tidak dapat diteruskan. Bumi membuthkan plastik jenis baru—yang mampu memberi manfaat yang banyak, namun juga dapat terurai secara biologis dalam waktu yang jauh lebih cepat dari plastik yang kita gunakan saat ini.

Masuklah plastik oxo-biodegradable. Tidak seperti plastik jenis lainnya, termasuk bio-plastik, OBP dapat terurai secara biologis di lingkungan manapun. Plastik jenis ini juga dapat didaur ulang jika dikumpulkan dalam masa pakainya. Produk hasil plastik jenis biasa dapat ditingkatkan menjadi OBP dengan permesinan yang ada sekarang pada saat diproduksi dengan biaya tambahan yang rendah, dengan teknologi yang sedang dicoba dijelaskan oleh Asosiasi Plastik Oxo-biodegradable.

OBP diproduksi dengan menambahkan campuran tertentu pada polimer biasa. Campuran tambahan ini (diproduksi oleh perusahaan yang mana saya menjadi direkturnya) membongkar struktur molekul polimer pada akhir masa pakainya dan membantu penguraian pada lingkungan terbuka.

Dan, pada OBP, penguraian bukan berarti pecah menjadi butiran plastik. Sebagaimana dijelaskan oleh Ignacy Jakubowicz, professor pada Institute Penelitian Swedia dan salah satu ahli terkemuka dunia di bidang polimer, saat OBP terurai, bahan tersebut  berubah seutuhnya, molekul hidrokarbon menjadi molekul yang mengandun oksigen yang dapat berasimilasi kembali ke lingkungan. Menurut standard-standard internasional (seperti ASTM D6954), penggunaan OBP menuntut bukti peruraian dan peruraian biologis, dan buktu bahwa tidak ada logam berat atau racun terhadap lingkungan.

Seiring dengan perubahan plastik, cara-cara yang diambil oleh berbagai negara untuk menggunakannya dalam perekonomian mereka juga perlu berubah. Kabar baiknya adalah, walaupun Amerika Serikat dan Eropa telah berjalan lambat dalam menggunakan solusi inovatif, negara-negara lain telah lebih terbuka dalam menerimanya. Sebagai contoh, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab telah melarang impor dan pembuatan plastik konvensional untuk berbagai jenis produk, dan keduanya telah mensyaratkan produk-produk berbahan plastik ditingkatkan menggunakan teknologi OBP. Negara-negara tersebut tidak memilih plastik berbahan biologis.

Bumi tidak memerlukan pelarangan atau pajak plastik yang baru. Yang dibutuhkannya adalah agar pihak-pihak yang bekerja dengan plastik dan pemerintah mampu beradaptasi dengan bahan tersebut, dengan memanfaatkan kemajuan teknologi untuk memastikan bahwa kita dapat memaksimalkan kegunaan bahan yang murah dan bermanfaat ini, tanpa merusak lingkungan.

https://prosyn.org/XFeUgelid