haas5_FREDERIC J. BROWNAFP via Getty Images_oil FREDERIC J. BROWNAFP via Getty Images

Mengelola Krisis Energi di Era Disrupsi Iklim

BERLIN – Sebuah laporan terbaru dari Goldman Sachs memperlihatkan kesimpulan yang mengagetkan: Selama delapan tahun terakhir, pasar keuangan meningkatkan biaya modal investasi tinggi karbon yang berjumlah besar dan berjangka panjang di bidang-bidang seperti minyak lepas pantai dan gas alam cair (LNG). Tapi pada proyek-proyek energi terbarukan, jumlah “hurdle rate” – yang merupakan tingkat pengembalian (rate of return) minimal kepada investor – mengalami penurunan. Perbedaannya cukup signifikan, dan hal ini menyiratkan harga karbon $80 per ton karbon dioksida untuk pengembangan proyek-proyek minyak yang baru dan $40 per ton CO2 untuk proyek-proyek LNG.  

Pasar keuangan sepertinya menginternalisasi pesan bahwa investasi tinggi karbon harus mempunyai premium risiko yang besar. Pandangan ini tidak terjadi secara tiba-tiba. Hal ini adalah dampak dari penelitian mendalam dan analisa terfokus selama bertahun-tahun oleh kelompok-kelompok seperti Carbon Tracker dan Institute for Energy Economics and Financial Analysis, tekanan dari aliansi investor, kampanye penuh kritik dari LSM, dan keputusan untuk melakukan divestasi oleh yayasan, gereja, universitas dan dana pensiun. 

Peralihan sentimen di pasar keuangan semakin diperkuat oleh tindakan politik. Pada Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26) bulan lalu di Glasgow, hampir 40 negara dan institusi berjanji untuk mengakhiri pendanaan publik untuk proyek-proyek minyak, gas dan batu bara di luar negeri. Selain itu, Denmark dan Kosta Rika memimpin kelompok 12 negara dan wilayah yang meluncurkan Beyond Oil and Gas Alliance.    

Langkah-langkah tersebut, meskipun masih parsial dan tidak menyeluruh, harus disambut sebagai tanda bahwa aliran pendanaan kini mulai selaras dengan tujuan perjanjian iklim Paris tahun 2015, seperti yang tercantum pada pasal 2.1(c) dari perjanjian tersebut. Tapi harga karbon yang tersirat di pasar keuangan sejauh ini hanya mencakup sisi penawaran saja: ladang dan kilang minyak, gas, dan batu bara, serta infrastruktur transportasi yang memasok bahan bakar fosil ke perekonomian global.     

Sayangnya, langkah-langkah serupa pada sisi permintaan batu bara, minyak, dan gas masih kurang. Meskipun banyak pembicaraan mengenai pemulihan yang ramah lingkungan dari guncangan COVID-19, program-program stimulus pemerintah yang berjumlah besar masih gagal untuk membedakan aktivitas yang ramah lingkungan dan yang tidak, sehingga menjadikan perekonomian dunia masih berada di jalur pertumbuhan yang lama. 

Selain itu, intervensi-intervensi tersebut sudah menciptakan permintaan konsumen yang besar seiring dengan perekonomian yang mulai pulih. Data pergerakan menunjukkan kembalinya penggunaan mobil dan perjalanan udara, sementara industri-industri intensif seperti semen, baja, plastik dan kimia mulai kembali memenuhi permintaan listrik, gas, dan batu bara. Stimulus-stimulus ekonomi Tiongkok terlalu fokus pada sektor intensif yang tinggi karbon, dibandingkan melakukan reorientasi model pertumbuhan negara tersebut agar selaras dengan tujuan-tujuan iklim.        

Secure your copy of PS Quarterly: The Climate Crucible
PS_Quarterly_Q3-24_1333x1000_No-Text

Secure your copy of PS Quarterly: The Climate Crucible

The newest issue of our magazine, PS Quarterly: The Climate Crucible, is here. To gain digital access to all of the magazine’s content, and receive your print copy, subscribe to PS Premium now.

Subscribe Now

Peningkatan harga bahan bakar fosil baru-baru ini menunjukkan berbagai faktor yang sangat unik. Tapi kondisi saat ini mungkin menandakan masa depan dengan ketidakselarasan kebijakan iklim pada sisi penawaran dan permintaan yang menyebabkan perubahan harga yang signifikan.

Para pelobi hidrokarbon dengan cepatnya mengeksploitasi kenaikan harga bahan bakar fosil baru-baru ini untuk mendukung pembaruan pendanaan dan subsidi pemerintah, serta peraturan yang memihak investasi klien-klien mereka. Pada intinya, mereka menyerukan sektor publik untuk membantu para produsen bahan bakar fosil ketika modal swasta mulai menghindari risiko iklim dan secara perlahan menarik diri dari sektor tersebut.    

Langkah-langkah untuk meredakan krisis energi bisa dan harus selaras dengan upaya menyelesaikan krisis iklim. Rumah dengan insulasi yang baik, ladang angin, dan panel surya mengurangi tekanan pada pasokan gas. Menjadikan kota sebagai tempat yang menarik untuk bersepeda dan berjalan, serta meningkatkan kualitas transportasi publik, tidak hanya baik bagi kesehatan dan keamanan publik; tapi hal ini juga merupakan bentuk investasi untuk mengurangi penggunaan bahan bakar minyak yang membebani dompet kita dan merusak bumi.  

Mengurangi permintaan kemasan plastik sekali pakai akan semakin mengurangi permintaan bahan baku petrokimia berbahan bakar fosil. Dan inovasi seperti taksi terbang, perjalanan udara supersonik, dan perjalanan ruang angkasa yang hanya menguntungkan orang-orang super kaya dan menciptakan permintaan energi baru dan boros bisa dibatasi dengan mudah atau bahkan dilarang sebelum diterapkan secara luas.          

Dibandingkan merelaksasi kebijakan karbon pada sisi penawaran, seperti yang disuarakan oleh beberapa pihak yang berpandangan pendek, kita harus – bahkan ketika harga energi tinggi – tetap fokus pada tujuan utama kita. Hal ini berarti fokus pada pengurangan penggunaan batu bara, minyak dan gas yang dikelola dengan baik serta peralihan ke energi ramah lingkungan yang berkelanjutan. Dalam jangka pendek, solusi terbaik bagi harga energi yang tinggi adalah langkah-langkah yang mengurangi permintaan, seperti batas kecepatan yang lebih rendah di jalan tol yang ditetapkan beberapa negara Barat setelah guncangan harga minyak pada tahun 1970an.    

Singkatnya, transisi yang adil dari bahan bakar fosil mengharuskan kita untuk “memotong dengan dua mata gunting.” Seperti yang ditekankan oleh Program Lingkungan PBB dalam dua laporan pra-COP26, kita harus menutup kesenjangan besar dalam aksi iklim pada sisi permintaan dan penawaran secara bersamaan.     

Terlepas dari kemajuan yang sangat diperlukan dalam menentukan harga investasi tinggi karbon dengan tepat, kesenjangan-kesenjangan ini masih terlalu besar. Hanya dengan menutup kesenjangan-kesenjangan tersebut dengan cepat dan secara bersamaan, maka kita bisa menghindari bencana disrupsi iklim, dan menghindari bencana ekonomi yang bisa diakibatkan oleh perubahan harga energi yang signifikan dan banyaknya aset bahan bakar fosil yang terbengkalai.                                                         

https://prosyn.org/qowS8wdid