CAMBRIDGE – Oktober lalu, Perdana Menteri Inggris Theresa May mengejutkan banyak orang ketika beliau memperolok ide kewarganegaraan global. “Jika Anda berpikir bahwa Anda adalah warga negara global, maka Anda bukan warga negara manapun” ujar Theresa May.
Pernyataannya tersebut disambut dengan cercaan dan kekhawatiran dari media massa finansial dan komentator liberal;. “Bentuk kewarganegaraann yang paling bermanfaat saat ini adalah yang didedikasikan tidak hanya untuk kemakmuran sekelompok kecil orang, namun untuk seisi planet bumi”, komentar seorang analis atas pernyataan Perdana Menteri tersebut. The Economist menyebut pernyataan tersebut perubahan yang tidak liberal. Seorang akademisi menuduh Theresa May menolak nilai-nilai kebebasan dan kesetaraan dan memperingatkan bahwa pidatonya terdengar mirip dengan cara pandang anti-semitis pada tahun 1933.
Saya tahu seperti apa bentuk dari warga negara global. Saya selalu melihatnya ketika saya bercermin. Saya tumbuh besar di satu negara, sekarang tinggal di negara yang berbeda, dan saya punya passpor dari kedua negara tersebut. Saya menulis tentang ekonomi global, dan pekerjaan Saya membawa Saya ke tempat-tempat yang sangat jauh. Saya menghabiskan lebih banyak waktu bepergian ke negara-negara lain dibandingkan di dua negara dimana Saya merupakan warga negaranya.
To continue reading, register now.
Subscribe now for unlimited access to everything PS has to offer.
Artificial intelligence is being designed and deployed by corporate America in ways that will disempower and displace workers and degrade the consumer experience, ultimately disappointing most investors. Yet economic history shows that it does not have to be this way.
worry that the technology will be deployed to replace, rather than empower, humans.
Amid labor-supply constraints and economic shocks, the case for productivity-boosting interventions is clear. Unless US policymakers use a combination of investment and incentives to reverse negative productivity trends, the US will achieve modest growth, at best.
urge policymakers to pursue interventions aimed at reducing supply constraints in the non-tradable sector.
CAMBRIDGE – Oktober lalu, Perdana Menteri Inggris Theresa May mengejutkan banyak orang ketika beliau memperolok ide kewarganegaraan global. “Jika Anda berpikir bahwa Anda adalah warga negara global, maka Anda bukan warga negara manapun” ujar Theresa May.
Pernyataannya tersebut disambut dengan cercaan dan kekhawatiran dari media massa finansial dan komentator liberal;. “Bentuk kewarganegaraann yang paling bermanfaat saat ini adalah yang didedikasikan tidak hanya untuk kemakmuran sekelompok kecil orang, namun untuk seisi planet bumi”, komentar seorang analis atas pernyataan Perdana Menteri tersebut. The Economist menyebut pernyataan tersebut perubahan yang tidak liberal. Seorang akademisi menuduh Theresa May menolak nilai-nilai kebebasan dan kesetaraan dan memperingatkan bahwa pidatonya terdengar mirip dengan cara pandang anti-semitis pada tahun 1933.
Saya tahu seperti apa bentuk dari warga negara global. Saya selalu melihatnya ketika saya bercermin. Saya tumbuh besar di satu negara, sekarang tinggal di negara yang berbeda, dan saya punya passpor dari kedua negara tersebut. Saya menulis tentang ekonomi global, dan pekerjaan Saya membawa Saya ke tempat-tempat yang sangat jauh. Saya menghabiskan lebih banyak waktu bepergian ke negara-negara lain dibandingkan di dua negara dimana Saya merupakan warga negaranya.
To continue reading, register now.
Subscribe now for unlimited access to everything PS has to offer.
Subscribe
As a registered user, you can enjoy more PS content every month – for free.
Register
Already have an account? Log in