

Nearly three months after Russia launched its invasion, Western countries appear more committed than ever to Ukraine’s defense, and, in some quarters, to Russia’s defeat. We asked PS commentators what outcome the West, Russia, and Ukrainians themselves can realistically expect.
LONDON – Kebijakan konvensional mengenai terpuruknya harga minyak belakangan ini adalah kita tengah menyaksikan pengulangan krisis tahun 1985-1986 lalu ketika Arab Saudi menggenjot produksinya akibat perselisihan dengan anggota kartel OPEC lainnya. Kali ini, Arab Saudi melakukan tindakan yang sama untuk merespon kehilangan pangsa pasar akibat produksi shale-oil di Amerika Serikat.
Namun ada persamaan lain yang bahkan lebih relevan – yang berdampak besar bagi harga minyak jangka panjang. Krisis ini menjadi pengingat atas kemerosotan yang pernah menimpa harga batubara – jatuh dari ketinggian $140 per ton pada tahun 2008 menjadi harga sekarang $40 per ton – mengakibatkan beberapa deposit menjadi “financially stranded” yang berarti biaya pengembangannya melebihi potensi keuntungan (return).
Penurunan tersebut merupakan konsekuensi dari kebijakan lingkungan jangka panjang, termasuk program-program yang bertujuan memitigasi perubahan iklim, sehingga menurunkan permintaan batubara. Seluruh upaya meningkatkan kualitas udara di Cina, penetapan standar-standar emisi karbon dan merkuri, ketersediaan gas alam yang lebih murah, dan pertumbuhan investasi energi terbarukan telah mengikis pangsa pasar batubara di pasar energi.
To continue reading, register now.
As a registered user, you can enjoy more PS content every month – for free.
Register
orSubscribe now for unlimited access to everything PS has to offer.
Already have an account? Log in