mohieldin23_SAM PANTHAKY_AFP_Getty Images SAM PANTHAKY/AFP/Getty Images

Penguatan Hak Kepemilikan Tanah Memperkuat Pembangunan

WASHINGTON, DC – Bagi sebagian besar masyarakat miskin dan rentan di dunia, jaminan akan hak atas properti, termasuk kepemilikan tanah, adalah sebuah kemewahan. Kecuali terdapat perubahan dalam hal ini, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) akan sulit untuk dicapai.          

Kepemilikan tanah menentukan siapa yang bisa menggunakan tanah, jangka waktu penggunaan, dan cara penggunaan tanah. Pengaturan kepemilikan lahan dapat didasarkan pada hukum yang berlaku atau kebiasaan informal. Jika terdapat jaminan akan hak tersebut, maka pengguna tanah tidak hanya mempunyai insentif untuk melakukan praktik terbaik ketika menggunakan tanah (misalnya pengguna akan memperhatikan dampak lingkungan dari kegiatan mereka), dan juga melakukan lebih banyak investasi.

Terdapat sebuah konsensus internasional mengenai pentingnya jaminan akan hak kepemilikan tanah untuk keluaran pembangunan. Pada tahun 2012, Komite Ketahanan Pangan Dunia, yang berbasis di Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, mendukung Panduan Sukarela tentang Tata Kelola Kepemilikan Tanah yang Bertanggung Jawab sebagai norma global dalam hal ini.    

Namun norma tersebut tidak diterapkan secara luas. Faktanya, hanya 30% dari penduduk di dunia yang mempunyai hak kepemilikan yang terdaftar atas tanah dan rumah mereka, dimana masyarakat miskin dan secara politik termarginalisasi, khususnya, kemungkinan besar menderita karena ketidakpastian hak tersebut.

Di Romania, misalnya, banyak orang Roma yang mengalami lebih banyak ketidakpastian kepemilikan lahan pertanian dibandingkan orang non-Roma. Hal serupa juga terjadi di Asia Tenggara, suku-suku perbukitan jarang mempunyai hak legal atas tanah adat mereka, yang sering terletak di hutan negara. 

Di Zimbabwe, penyelesaian perceraian mungkin berakhir dengan suami mendapatkan seluruh tanah dan properti keluarga (dan bahkan anak), sementara istri kembali ke ayahnya atau saudara laki-lakinya. Di Sarajevo, ribuan apartemen dianggap ilegal karena rencana kota yang ketinggalan jaman dan tidak ada izin bangunan, sehingga menjadikan aset paling berharga dari banyak keluarga tidak termasuk dalam arus utama ekonomi. 

Subscribe to PS Digital
PS_Digital_1333x1000_Intro-Offer1

Subscribe to PS Digital

Access every new PS commentary, our entire On Point suite of subscriber-exclusive content – including Longer Reads, Insider Interviews, Big Picture/Big Question, and Say More – and the full PS archive.

Subscribe Now

Dengan menghambat pertumbuhan ekonomi, sistem kepemilikan tanah yang tidak memadai melanggengkan kemiskinan dan marginalisasi. Namun hal sebaliknya juga terjadi: hak kepemilikan tanah yang kuat dan ditegakkan dapat meningkatkan pertumbuhan, mengurangi kemiskinan, memperkuat modal manusia, mendukung keadilan ekonomi (termasuk keadilan gender), dan mendukung kemajuan sosial secara lebih luas.

Selain itu, jaminan akan hak kepemilikan tanah juga penting untuk mengurangi risiko bencana dan membangun ketahanan iklim, yang merupakan sebuah keharusan di kondisi dimana perubahan iklim telah menyebabkan cuaca yang lebih ekstrem – dan dalam frekuensi yang lebih sering terjadi. Ketika bencana seperti itu menyebabkan orang harus mengungsi dan menghancurkan rumah mereka, catatan kepemilikan tanah yang dipelihara dengan baik juga memberikan dasar untuk kompensasi dan rekonstruksi tempat penampungan, dan membantu komunitas yang terkena dampak bencana untuk melakukan pembangunan kembali dengan lebih baik.

Cerminan akan pentingnya jaminan atas kepemilikan tanah terhadap kesuksesan SDG terlihat dari World Bank Group yang kini bekerja sama dengan negara-negara berkembang untuk meningkatkan sistem kepemilikan tanah dan memperluas cakupan hak atas kepemilikan tanah yang diakui secara hukum dan terdaftar. Misalnya, di provinsi Kalimantan dan Sumatera yang terletak di Indonesia, kami mendukung standarisasi hak kepemilikan tanah, dengan perhatian khusus diberikan kepada perempuan dan komunitas adat, dan pada saat yang sama mendefinisikan batasan hutan negara dengan menggunakan metode partisipatif untuk melakukan pemetaan dan pendaftaran.

Upaya World Bank Group telah memungkinkan satu juta hektar tanah adat di Nikaragua – lebih dari 30% wilayah negara tersebut – untuk di demarkasi, dibuatkan sertifikat, dan di daftarkan, yaitu sebuah proses yang memberikan manfaat kepada beberapa kelompok masyarakat paling rentan di negara tersebut. Inisiatif ini juga bertujuan untuk meningkatkan kapasitas Nikaragua untuk memberikan tanggapan dengan cepat dan efektif terhadap keadaan darurat.

Proyek-proyek baru sedang dipersiapkan di Mozambik dan Tanzania untuk memberikan penyelesaian secara adat dengan sertifikat komunal yang akan menjamin pengakuan bahwa tanah tersebut adalah milik bersama, sehingga memperkuat perlindungan dan tata kelola aset tersebut. Pada periode 2017 – 2019, portofolio pinjaman investasi untuk administrasi tanah dan jaminan kepemilikan tanah diperkirakan untuk tumbuh sebesar 39%.    

Ini adalah sebuah kemajuan yang penting. Namun untuk mencapai target utama – yang seluruhnya selaras dengan dua tujuan World Bank Group untuk mengakhiri kemiskinan dan meningkatkan kemakmuran bersama – akan memerlukan program investasi yang jauh lebih besar yang fokus untuk memperkuat hak kepemilikan tanah di seluruh negara-negara berkembang. Untuk mencapai tujuan tersebut, World Bank Group bekerja sama dengan mitra di tingkat lokal, nasional, dan global untuk memperkuat komitmen negara-negara dan memobilisasi sumber daya untuk mencapai target yang ambisius untuk mencapai hak atas tanah dan properti yang memadai untuk semua pada tahun 2030.

Tanah adalah jantung dari pertumbuhan. Oleh karena itu, jaminan atas hak kepemilikan tanah adalah hal yang sangat penting untuk membangun komunitas yang inklusif, tangguh, dan berkelanjutan yang akan mendorong kemajuan ekonomi dan kemajuan sosial di masa depan.     

https://prosyn.org/8u1kVSWid