singer184_Michael B. ThomasGetty Images_usblacklivesmatter Michael B. Thomas/Getty Images

Apakah Kerusuhan Bisa Dibenarkan?

MELBOURNE/LODZ – Pada bulan Mei dan Juni, setelah kematian sadis George Floyd di bawah tekanan lutut petugas kepolisian Minneapolis, unjuk rasa besar melawan rasisme sistemis terjadi di seluruh AS dan dunia. Kematian Floyd adalah satu dari sekian banyak pembunuhan orang AS keturunan Afrika yang tidak bersenjata dan tidak melakukan tindakan kekerasan di tangan polisi. Sebagian besar unjuk rasa berjalan damai, tapi beberapa unjuk rasa berubah menjadi kerusuhan yang diwarnai dengan banyak penjarahan dan tindakan vandalisme. Tapi meskipun unjuk rasa melawan kebrutalan kepolisian dan rasisme tentu dibolehkan, apakah kita bisa membenarkan kerusuhan?    

Pembelaan yang paling bijaksana terhadap kerusuhan dikemukakan oleh Avia Pasternak dari University College London. Pasternak mendefinisikan kerusuhan sebagai “kekacauan di masyarakat ketika sekelompok besar orang bertindak secara spontan dan tanpa organisasi formal, melakukan tindakan melanggar hukum dan melakukan konfrontasi dengan penegak hukum.” Ia menambahkan bahwa perusuh biasanya merusak properti publik dan privat, serta melukai orang, sering kali saat melakukan bentrokan dengan polisi. Pasternak menuliskan hal ini sebelum kematian Floyd, tapi artikelnya memberikan kerangka penjelasan untuk melakukan analisis terhadap apa yang terjadi setelah peristiwa tersebut. 

Pasternak memulai kerangkanya dengan ide yang mirip dengan diskusi dalam etika perang, bahwa terdapat kondisi tertentu yang membolehkan kita merugikan orang lain – bahkan merugikan orang lain yang tidak berdosa – untuk membela diri sendiri dari serangan yang tidak bisa dibenarkan. Umumnya, terdapat tiga persyaratan untuk membolehkan hal tersebut:   

https://prosyn.org/AWStyk6id