lee48_NHAC NGUYENAFP via Getty Images_rcep signing Nhac Nguyen/AFP via Getty Images

Keterbatasan RCEP

SEOUL – Bulan lalu, 15 negara-negara Asia-Pasifik menandatangani Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP). Hal ini menandai peristiwa yang mungkin merupakan pencapaian ekonomi paling signifikan sejak terjadinya krisis COVID-19. Namun RCEP – atau, bahkan Asia – sendiri tidak bisa menyelamatkan sistem perdagangan multilateral yang melemah ini.

Memang benar bahwa RCEP adalah penolakan tegas terhadap proteksionisme yang mulai berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Integrasi ekonomi sangat sulit terjadi di Asia-Pasifik karena adanya perbedaan besar dalam tingkat kemajuan, beragamnya budaya dan struktur kelembagaan, serta perselisihan wilayah yang masih berlangsung. Tapi, ketika dihadapkan dengan dampak buruk COVID-19, para pihak ingin menandatangani perjanjian tersebut, sesudah melakukan negosiasi yang berlangsung selama delapan tahun.              

Dan perjanjian ini bukanlah sebuah blok perdagangan yang kecil. Negara-negara yang menandatangani perjanjian ini termasuk Tiongkok dan Jepang – yang merupakan negara dengan perekonomian terbesar kedua dan ketiga di dunia – serta Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, dan negara-negara Asia Tenggara. Mengingat hal ini, RCEP mencakup 30% dari PDB global, sehingga menjadikannya wilayah perdagangan bebas terbesar di dunia.       

https://prosyn.org/kFc7YcTid