ginerreichl1_LAURE FILLONAFP via Getty Images_madagascarafricasustainabilitysolarwomen Laure Fillon/AFP via Getty Images

Cara Perempuan Mendukung Peralihan ke Energi Ramah Lingkungan

BRASÍLIA – Dunia perlu beralih dari sistem energi yang berbasis bahan bakar fosil ke energi yang netral karbon. Hal ini tentunya memerlukan semua negara membangun pembangkit listrik dengan energi terbarukan dan mengintegrasikannya ke dalam jaringan listrik, meningkatkan efisiensi energi, memperbarui infrastruktur, dan memperbaiki tata kelola pasar listrik dan energi. Yang tidak terlalu kentara adalah peralihan menuju energi terbarukan memerlukan keadaan yang memungkinkan perempuan berkontribusi secara setara dengan laki-laki.

Peralihan energi akan berbeda-beda tergantung dari prioritas pembangunan negara, proporsi penduduk dengan akses terhadap jaringan listrik, bauran energi saat ini, dan perkiraan permintaan di masa depan. Peralihan pada beberapa negara mungkin hanya memerlukan penggantian aset yang sudah usang dan tidak ramah lingkungan untuk mengurangi emisi karbon dioksida, sementara peralihan di negara lain memerlukan strategi pembangunan berbagai bidang untuk transformasi sosial, termasuk kesetaraan gender dan inklusi. Tapi semua negara harus berkomitmen menciptakan lapangan kerja dan memastikan tidak ada yang terabaikan.

Meskipun data yang tersedia berbeda-beda, perkiraan terbesar dari jumlah pekerja perempuan adalah sepertiga dari total pekerja dalam sektor energi terbarukan dalam skala global. Dan jumlah pekerja perempuan biasanya jauh lebih rendah dalam bidang yang disebut STEM (sains, teknologi, teknik, dan matematika) dan juga pada posisi eksekutif. Tidak mengagetkan bahwa kesadaran akan dinamika gender di tempat kerja juga cenderung rendah. Selain itu, kebijakan yang bisa membantu mengatasi kesenjangan yang ada di sektor ini – misalnya jam kerja yang fleksibel, cuti bagi orang tua, skema kembali bekerja, perekrutan dan promosi yang bebas bias, dan dewan serta panel yang seimbang gender – jarang terjadi.

Hambatan-hambatan terhadap partisipasi penuh perempuan pada dasarnya adalah pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak perempuan terhadap partisipasi penuh dan setara dalam masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan dan menciptakan kerangka yang membantu memberdayakan dan memungkinkan kemajuan perempuan. 

Selain itu, kurangnya partisipasi perempuan menjadikan peralihan energi kekurangan talenta yang beragam sehingga membatasi perubahan transformasional yang diperlukan untuk mencapai target perubahan iklim dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB. Sebaliknya, partisipasi setara perempuan dalam angkatan kerja terbukti baik bagi bisnis, perekonomian, pembangunan sosial dan lingkungan.  

Temuan-temuan ini bukan sesuatu yang baru. Dalam Laporan Pembangunan Dunia, misalnya, Bank Dunia menekankan bahwa kesetaraan gender tidak sekedar menjadi tujuan utama pembangunan saja, tapi juga meningkatkan produktivitas perekonomian dan meningkatkan prospek generasi masa depan. Dan selama penurunan perekonomian global tahun 2009, sebuah survei global oleh perusahaan konsultasi McKinsey & Company menyimpulkan bahwa para pemimpin perempuan merupakan “keunggulan kompetitif ketika krisis terjadi dan setelahnya.” Persentase perempuan pada posisi pengambil keputusan meningkatkan inovasi dan profitabilitas, mengurangi risiko, dan meningkatkan praktik keberlanjutan.

Subscribe to PS Digital
PS_Digital_1333x1000_Intro-Offer1

Subscribe to PS Digital

Access every new PS commentary, our entire On Point suite of subscriber-exclusive content – including Longer Reads, Insider Interviews, Big Picture/Big Question, and Say More – and the full PS archive.

Subscribe Now

Peralihan ke energi yang ramah lingkungan memberikan peluang untuk mengatasi diskriminasi gender yang sistemis dan memungkinkan masyarakat menerima manfaat dari angkatan kerja yang lebih beragam. Hal ini terjadi karena energi yang ramah lingkungan adalah sebuah sektor yang baru dan berkembang dengan cepat: jumlah orang yang bekerja dalam sektor ini di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat dari 11 juta orang saat ini menjadi lebih dari 42 juta orang pada tahun 2050. Selain itu, cakupan peralihan ini memerlukan keahlian yang beragam termasuk teknik sipil, ilmu lingkungan, pemasaran, pengajaran, dan tindakan komunitas. 

Berita baiknya adalah pemerintah, dunia usaha, dan universitas di seluruh dunia menerapkan beragam strategi untuk menjadikan peralihan ke energi yang ramah lingkungan menjadi lebih beragam dan inklusif. Misalnya, konstitusi Rwanda tahun 2003 menetapkan kuota minimum wajib bagi perempuan dalam pengisian jabatan di seluruh badan pengambilan kebijakan, termasuk yang berhubungan dengan pembangunan berkelanjutan dan energi. Kuota wajib seperti ini memberikan sinyal penting kepada masyarakat. Kuota ini berhasil dipenuhi hingga dua kali lipat pada pemilu parlemen tahun 2013 dan 2018, dengan perempuan memenangkan lebih dari 60% kursi dalam pemilu.    

Dalam dunia usaha, perusahaan Turki Polat Energy baru-baru ini melakukan “pinjaman gender” sebesar $44 juta untuk mendanai pembangunan pembangkit listrik tenaga angin terbesar di Turki. Persyaratan pinjaman ini akan menjadi lebih mudah kalau perusahaan tersebut menunjukkan kemajuan dalam kesetaraan gender dibandingkan baseline awal.

Sedangkan di negara lain, Wind Denmark menerapkan kebijakan cuti orang tua yang sangat baik bagi perempuan maupun laki-laki, sementara ScottishPower menerapkan program “kembali bekerja.” Produsen turbin angin Siemens Gamesa mendorong pengaturan kerja yang fleksibel dan analisis kesenjangan upah yang transparan, hal ini menjadikan pemerintah Inggris baru-baru ini menyatakan bahwa pekerja perempuan di perusahaan ini di Inggris mendapatkan upah 95% dari upah rekan mereka yang laki-laki.

Lembaga akademis dan LSM juga memainkan peranannya. Universitas UNSW Sidney melaporkan peningkatan sebesar 78% pendaftar perempuan dalam program studi teknik tahun pertama setelah diluncurkannya Program Teknik Perempuan pada tahun 2014. Dan Global Women’s Network for the Energy Transition, sebuah LSM internasional yang menawarkan program networking, mentoring, dan pelatihan bagi perempuan di sektor energi, baru-baru ini menerbitkan sebuah studi mengenai cara menjadikan energi terbarukan lebih ramah gender.               

Peralihan energi sangat penting untuk membatasi pemanasan global dan membangun masa depan yang lebih berkelanjutan. Pencapaian kedua hal ini adalah kepentingan semua orang. Ketika negara-negara lain mulai melakukan program pembangunan kembali setelah COVID-19, strategi peralihan energi harus menjadi elemen utama dalam setiap paket stimulus. Dan hal ini lebih mungkin mencapai kesuksesan jika perempuan memainkan peran penting.         

https://prosyn.org/kpuV8QIid