factory worker welding Kike Calvo/UIG via Getty Images

Apakah Perjanjian Dagang Dapat Menguntungkan Bagi Buruh?

CAMBRIDGE – Aktivis buruh telah sejak lama mengeluh bahwa perjanjian perdagangan internasional didasari oleh agenda perusahaan dan tidak memperhatikan kepentingan masyarakat. Pembukaan dari Perjanjian Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyebutkan tujuan “kesempatan kerja penuh,” (full employment) namun selain dari hal tersebut, standar buruh masih berada di luar lingkup rezim perdagangan multilateral. Satu-satunya pengecualian adalah adanya sebuah klausul, yang merupakan peninggalan dari Perjanjian Umum Tarif dan Perdagangan (yang merupakan cikal bakal dari WTO) pada tahun 1947, yang memperbolehkan pemerintah-pemerintah untuk membatasi impor yang diproduksi oleh buruh tahanan.

Sebaliknya, perjanjian perdagangan regional sejak lama telah mencakup standar buruh. Keterkaitan antara akses pasar preferensial dan kepatuhan terhadap hak-hak dasar buruh menjadi semakin eksplisit. Pada Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara yang asli, yang ditanda tangani pada tahun 1992, standar buruh dimasukkan ke dalam perjanjian sampingan. Sejak saat itu, perjanjian dagang Amerika biasanya mencakup bab mengenai perburuhan. 

Menurut pendukung dari Kemitraan Trans-Pasifik, perjanjian tersebut akan mengharuskan Vietnam, Malaysia, dan Brunei untuk meningkatkan praktik perburuhan mereka dengan sangat signifikan – dan bagi Vietnam untuk mengakui perserikatan buruh independen. Dan klaim dari pemerintahan Presiden Amerika Donald Trump bahwa perjanjian dagang dengan Meksiko yang telah di amandemen mencakup ketentuan perburuhan yang paling baik dibandingkan dengan perjanjian dagang lainnya.    

https://prosyn.org/dgTHPjwid