barresinoussi2_viewapart_getty images_covid19 ViewApart/Getty Images

Melawan Infodemi COVID

PARIS/KUALA LUMPUR – Kemunculan virus SARS-CoV-2 tidak hanya menyebabkan pandemi COVID-19 dalam skala global, tapi juga memicu serangan misinformasi yang menyertai pandemi ini. Beberapa misinformasi mendorong penggunaan hidroksiklorokuin sebagai obat penyakit ini, meskipun tidak ada bukti ilmiah yang cukup untuk mendukung efektivitas obat tersebut; misinformasi lain menyatakan adanya vaksin COVID-19 padahal keamanan dan kemanjuran dari vaksin ini belum selesai diuji secara ketat. Sementara itu, teori konspirasi yang mengada-ada tentang pandemi ini beredar luas di media sosial.  

Organisasi Kesehatan Dunia mendefinisikan “infodemi” sebagai “melimpahnya informasi –sebagian akurat dan sebagian lain tidak akurat – sehingga masyarakat kesulitan mengenali sumber-sumber informasi yang bisa dipercaya dan panduan yang bisa diandalkan ketika mereka memerlukannya.” Saat ini, sangat banyaknya misinformasi mengenai COVID-19 mengancam melemahkan respons terhadap pandemi yang didasari fakta ilmiah – dan para ilmuwan tidak boleh tinggal diam.

Misalnya, International AIDS Society (IAS) baru-baru ini menyelenggarakan Konferensi AIDS Internasional virtual yang pertama dan konferensi yang didorong oleh abstrak mengenai COVID-19 yang pertama. Tapi penelitian penting yang dipresentasikan pada pertemuan-pertemuan tersebut mungkin akan tenggelam di tengah banyaknya konten dari mereka yang tidak percaya ilmu pengetahuan dan pendukung teori konspirasi yang secara terbuka menentang metode penelitian yang banyak digunakan. Bentuk infodemi lain yang tidak begitu mencolok, tapi sama banyaknya dan juga berakibat buruk, adalah misrepresentasi bukti yang lebih tidak kentara, propaganda, dan hiperbola mengenai COVID-19. Oleh karena itu, dunia memerlukan para ilmuwan membantu memisahkan antara fakta dan semi-fakta.

https://prosyn.org/A8unrjcid