US President-elect Joe Biden may have promised a “return to normalcy,” but the truth is that there is no going back. The world is changing in fundamental ways, and the actions the world takes in the next few years will be critical to lay the groundwork for a sustainable, secure, and prosperous future.
For more than 25 years, Project Syndicate has been guided by a simple credo: All people deserve access to a broad range of views by the world’s foremost leaders and thinkers on the issues, events, and forces shaping their lives. At a time of unprecedented uncertainty, that mission is more important than ever – and we remain committed to fulfilling it.
But there is no doubt that we, like so many other media organizations nowadays, are under growing strain. If you are in a position to support us, please subscribe now.
As a subscriber, you will enjoy unlimited access to our On Point suite of long reads and book reviews, Say More contributor interviews, The Year Ahead magazine, the full PS archive, and much more. You will also directly support our mission of delivering the highest-quality commentary on the world's most pressing issues to as wide an audience as possible.
By helping us to build a truly open world of ideas, every PS subscriber makes a real difference. Thank you.
NEW HAVEN – Ketika pandemi COVID-19 mendorong perekonomian global ke dalam resesi, godaan untuk menerapkan pelonggaran moneter semakin meningkat. Bank Sentral AS sudah menurunkan suku bunga hingga hampir nol dan berkomitmen untuk menyuntik triliunan dolar ke dalam perekonomian. Bank Sentral Eropa juga sudah meningkatkan pembelian obligasi, meskipun pengadilan konstitusi Jerman melakukan perlawanan dalam hal ini. Seperti pelonggaran yang terjadi setelah krisis keuangan pada tahun 2008, kebijakan ini juga akan dirasakan dampaknya di seluruh dunia melalui fluktuasi nilai tukar.
Guncangan besar terhadap perekonomian, misalnya karena bencana alam atau wabah penyakit, cenderung untuk meningkatkan nilai mata uang negara yang terkena dampaknya. Ketika gempa bumi Kobe terjadi di Jepang pada tahun 1995, nilai yen menguat terhadap dolar AS, meskipun dampak ini tidak langsung terjadi. Gempa Bumi Besar Daerah Timur Laut Jepang pada tahun 2011 punya dampak yang lebih kuat, mendorong penguatan yen yang terbesar sepanjang sejarah dengan nilai ¥76 per dolar AS.
Apa alasan dari peningkatan nilai mata uang setelah bencana? Nilai tukar mata uang mencerminkan permintaan relatif atas suatu mata uang di pasar dunia. Dan sebagian permintaan dipengaruhi oleh pasokan: jika terdapat lebih banyak aset dolar dibandingkan yen di pasar dunia, maka yen yang lebih langka akan naik nilainya. Meningkatnya permintaan yen akan semakin memperkuat pengaruh ini.
We hope you're enjoying Project Syndicate.
To continue reading, subscribe now.
Subscribe
orRegister for FREE to access two premium articles per month.
Register
Already have an account? Log in